- Lalu berkatalah Saul kepada pembawa senjatanya: “Hunuslah pedangmu dan tikamlah aku, supaya jangan datang orang-orang yang tidak bersunat ini menikam aku dan memperlakukan aku sebagai permainannya”. Tetapi pembawa senjatanya tidak mau, karena segan. Kemudian Saul mengambil pedang itu dan menjatuhkan dirinya ke atasnya (1 Samuel 31:4).
Bolehkah orang sekarat dibantu mati untuk mengakhiri penderitaannya? Bukankah kuda atau anjing yang sekarat dibebaskan dari penderitaannya dengan jalan menembaknya? Alasan Saul meminta pengawalnya menikam dia adalah alasan ‘putus asa’ dan ‘tidak tahan menderita dipermalukan’. Alasan tersebut adalah juga alasan melakukan praktek euthanasia. Euthanasia diminta atau dilakukan karena alasan tidak tahan menderita, baik karena penyakit (rasa sakit) maupun oleh penghinaan di medan perang (rasa malu). Kasus Saul mirip dengan kasus Abimelekh (Hakim 9:54); takut disiksa dan dipermalukan adalah alasan melakukan euthanasia.
- Euthanasia dari kata Yunani: eu = baik, thanathos = kematian. Euthanasia artinya mati dengan baik, mati bahagia, mati senang, mati damai, mati tanpa penderitaan. Selain mati dengan baik, euthanasia bisa juga diartikan mati dengan belas kasihan (merciful death) dan mercy killing (dimatikan karena belas kasihan). Dari segi istilah, euthanasia mempunyai konotasi yang positif.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan kematian tanpa penderitaan bahkan kematian yang membahagiakan. Memang alasan paling tua untuk euthanasia adalah mengingkari penderitaan, baik fisik maupun batin. Sekarang ini, alasan melakukan euthanasia telah berkembang luas dan rumit. Praktek euthanasia pun tidak sesederhana seperti yang sering dicontohkan. Itulah sebabnya saya tidak berani berbicara masalah ini dari sudut medis dan moral. Maka paper ini akan mencoba mengemukakan gagasan-gagasan dalam garis besar, sesuai pemahaman penulis tentang hakekat manusia. Manusia, penyakit, penderitaan, dan kematian adalah topik-topik yang dapat menolong kita merenungkan euthanasia dari perspektif Kristen. - Euthanasia sering dibedakan dua jenis. Euthanasia aktif dan euthanasia pasif. Euthanasia aktif artinya mengambil kehidupan seseorang untuk mengurangi penderitaannya. Ada aspek kesengajaan mematikan orang tersebut, misalnya dengan menyuntikkan zat kimia tertentu untuk mempercepat proses kematiannya. Euthanasia pasif artinya membiarkan si sakit mati secara alamiah tanpa bantuan alat bantu seperti pemberian obat, makanan, atau alat bantu buatan. Euthanasia pasif, membiarkan kematian. Selain itu, euthanasia bisa juga dibedakan atas euthanasia voluter dan euthanasia non-voluter. Yang pertama berarti si sakit menghendaki dan meminta sendiri dan mengetahui kematiannya. Maka euthanasia voluter sering disamakan dengan bunuh diri, sedangkan euthanasia non-voluter sering disamakan dengan pembunuhan.
- Ada beberapa alasan pro-kontra euthanasia aktif. Alasan pro-euthanasia antara lain:
- Adanya hak moral bagi setiap orang untuk mati terhormat. Maka seseorang mempunyai hak memilih cara kematiannya.
- Adanya hak ‘privacy’ yang secara legal melekat pada tiap orang. Maka seseorang berhak sesuai privacy-nya (band. Pro-choice dalam kasus Aborsi).
- Euthanasia adalah tindakan belas – kasihan/kemurahan pada si sakit. Maka tidak bertentangan dengan peri-kemanusiaan. Meringankan penderitaan sesama adalah tindakan kebajikan.
- Euthanasia adalah juga tindakan belas kasih pada keluarga. Bukan hanya si sakit yang menderita, tetapi juga keluarganya. Meringankan penderitaan si sakit berarti meringankan penderitaan keluarga khususnya penderitaan psikologis.
- Euthanasia mengurangi beban ekonomi keluarga. Dari pada membuang dana untuk usaha yang mungkin sia-sia, lebih baik uang dipakai untuk keluarga yang masih hidup.
- Euthanasia meringankan beban biaya sosial masyarakat, bukan hanya dari segi ekonomi tetapi juga beban sosial misalnya dengan mengurangi biaya perawatan mereka yang cacat secara permanen.
- Alasan-alasan kontra euthanasia aktif, dikemukakan sebagai berikut:
- Tidak ada alasanmoral apapun yang mengijinkan seseorang melakukan ‘pembunuhan’ maupun ‘bunuh diri’. Dalam Alkitab tegas difirmankan TUHAN: “Jangan membunuh!” (Keluaran 20:13par). Kematian adalah hak Tuhan (Ulangan 32:39; Ayub 1:21; Ibrani 9:27). Maka tidak ada hak manusia untuk memilih cara kematiannya.
- Hak ‘privacy’ adalah hak yang dinikmati dalam hidup. Hak hidup memang tak terbatas, tetapi hak ‘privacy’ selalu terbatas, bahkan dalam kehidupan yang dijalani sehari-hari. Selalu privacy bisa dibatasi oleh hak privacy orang lain. Maka hak privacy tidak relevan digunakan mengklaim hak untuk memilih cara kematian seseorang.
- Walaupun euthanasia dapat mengakhiri penderitaan, euthanasia tetaplah suatu pembunuhan. Kalau penderitaan diakhiri dengan euthanasia, itu sama artinya menghalalkan cara untuk tujuan tertentu. Rumus tersebut tidak bisa diterima secara moral.
- Dalam Alkitab, penderitaan mempunyai fungsi yang positif dan konstruktif dalam hidup manusia (Yakobus 1:2-4; Roma 5:3-4), penderitaan melahirkan ketekunan dan pengharapan dan kesempurnaan hidup. Maka penderitaan tidak bisa dijadikan sebagai alat pembenaran praktek euthanasia.
- Manusia lebih berharga daripada materi. Maka materi harus melayani kepentingan manusia (band. Matius 6, tentang khotbah di Bukit). Maka melakukan euthanasia demi untuk kepentingan penghematan ekonomi tidak dibenarkan secara moral, terutama moral Kristen.
- Apakah Euthanasia pasif dapat dibenarkan secara moral? Euthanasia pasif biasanya dibedakan atas euthanasia pasif alamiah dengan bukan alamiah. Euthanasia pasif alamiah berarti menghentikan pemberian penunjang hidup alamiah seperti makanan, minuman dan udara. Sedangkan euthanasia pasif bukan alamiah berarti menghentikan penggunaan alat bantu mekanik buatan misalnya mencabut respirator (alat bantu pernapasan) atau organ-organ buatan. Euthanasia pasif alamiah sama dengan pembunuhan sebab dengan sengaja membiarkan si sakit mati tanpa makan-minum (membunuh pelan-pelan). Sedangkan mencabut alat bantu yang mungkin hanya berfungsi memperpanjang ‘penderitaan’ tidak sama dengan membunuh sebab memang si sakit tidak sengaja dimatikan melainkan dibiarkan mati secara alamiah.
- Sebenarnya masalah euthanasia terkait dengan sikap manusia terhadap hidup, penyakit (khususnya penderitaan) dan kematian. Kita akan mencoba melihat sepintas arti hidup, penderitaan dan kematian sebagai bahan acuan untuk membantu kita memahami apakah euthanasia pantas atau tidak pantas dilakukan. Hidup adalah pemberian Tuhan (Kejadian 2:7). Manusia menjadi makhluk hidup setelah Tuhan Allah menghembuskan napas kehidupan kepadanya (band. Yehezkiel 37:9-10). Napas kehidupan diberikan TUHAN sehingga manusia memperoleh kehidupan. Ulangan 32:39 menegaskan hanya Tuhan yang berhak mencabut kehidupan dari manusia. Itu berarti, hanya Tuhan yang berhak atas kematian. Maka tugas manusia tidak lain kecuali memelihara kehidupan yang diberikan oleh Tuhan (band. Perumpamaan dalam Efesus 5:29). Bukan hanya kehidupan yang sehat, tetapi juga hidup yang dirundung oleh penderitaan, hidup yang sakit, harus dipelihara. Maka penderitaan harus dapat diterima sebagai bagian kehidupan orang percaya (Roma 5:3) termasuk penderitaan karena sakit.
- Dengan semua catatan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Praktek euthanasia aktif tidak dapat dibenarkan secara moral. Yang dapat dilakukan adalah menghentikan semua alat artificial yang justru sering menghambat kematian alamiah (salah satu jenis euthanasia pasif). Menghentikan bantuan alamiah bagi si sakit adalah juga tindakan yang immoral.
- Alasan-alasan melakukan euthanasia aktif tidak dapat dibenarkan, baik alasan penderitaan maupun alasan ekonomi, sebab manusia adalah makhluk mulia yang harus mampu menahan penderitaan dan lebih penting dari pada materi.
- Tugas setiap orang Kristen adalah menghibur si sakit untuk tahan dalam penderitaan dan meyakinkannya untuk menghadapi kematian dengan sukacita.
| DAFTAR PUSTAKA Abineno, J.L.Ch., Sekitar Etika dan Soal-soal Etis. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996 Alkinson, David J., New Dictionary of Christian Ethics and Pastoral Theology. Downers Grove: Inter Varsity Press, 1995 Daily Dispatch. South Africa, 1999 Keown and Jochemsen, Valuntary Euthanasia under Control? Firther Empirical Evidence from Nederlands, Journal of Medical Ethics, 2199. Intisari, Agustus 1996 Rights of the Terminally III Act, 1994 The Oregon death with Dignity Act, 1994 Tobing, Mmangasa L., Abortus dan Euthanasia, ditinjau dari Kebenaran Firman Tuhan. Jakarta: RSU – FK UKI Uhlmann, Michael, M., Last Rights? Assisted Suicide and Euthanasia Debate. Grand Rapids Michigan: Eerdmans Pub. Com., 1998 Vaux, Kenneth L., Vaux Sara S., Dying Well. Nasville: Abingdon Press, 1996 Viggo Mortensen, Life and Death. Geneva: WCC Publ., 1995 World Federation of Right to Die Sicieties. Zurich Switzerland, 1998 Wennberg, Robert N., Terminal Choices, Grand Rapids Michigan: Eerdmans Pub.Com., 1998 | |
0 komentar:
Posting Komentar