Doa yang pendek dari Yabes mengandung banyak persoalan bagi kita. Banyak penafsir mengalami kesulitan untuk menjawab “mengapa” doa seperti ini terdapat dalam Alkitab. Bahkan beberapa penafsir menyatakan bahwa doa Yabes ini bukanlah doa seorang Kristen (baca: pengikut Kristus). Dan memang hal itu tampak jelas ketika doa Yabes itu diletakkan di sisi doa yang diajarkan Tuhan Yesus kepada murid-murid-Nya dan kepada kita, Doa Bapa Kami.
Doa Yabes (1 Tawarikh 4:10) | Doa Yesus (Matius 6:9-13) | | Bapa kami yang di sorga, dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga. | Kiranya Engkau memberkati aku berlimpah-limpah dan memperluas daerahku, | Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya, dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami; dan kiranya tangan-Mu menyertai aku, dan melindungi aku daripada malapetaka, sehingga kesakitan tidak menimpa aku! | dan kiranya tangan-Mu menyertai aku, dan melindungi aku daripada malapetaka, sehingga kesakitan tidak menimpa aku! | dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami daripada yang jahat. | | Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin. | Secara ringkas yang dimohon Yabes dari Tuhan adalah kesejahteraan bagi dirinya sendiri: kecukupan materi, perluasan wilayah, (keberhasilan dalam “bisnisnya”), serta keamanan diri. Bertolak-belakang dengan itu Yesus mengajarkan murid-murid-Nya dan kita, prinsip-prinsip doa yang sama sekali berbeda. Pertama-tama, Yesus mengajarkan bahwa dalam doa kita datang kepada Tuhan tidak hanya sebagai diri kita pribadi, tetapi bersama dengan orang lain, sesama saudara seiman, tetapi juga yang tidak seiman. Karena Tuhan menerbitkan matahari dan menurunkan hujan bahkan bagi orang yang jahat dan orang yang tidak benar. Oleh karena itu Yesus berkata: “...berdoalah demikian... Bapa kami....” Berdoa kepada Tuhan adalah berdoa kepada Dia yang berkenan untuk menjadi “bapa” dan yang adalah “bapa” bagi semua orang. Oleh karena itu permohonan kita kepada-Nya tidak selayaknya bertentangan dengan prinsip ini. Dalam prinsip Doa Yesus tidak ada tempat bagi permohonan yang menguntungkan kita sendiri tetapi yang dapat merugikan orang lain. Tidakkah memohon agar “wilayah” kita sendiri diperluas, berarti bersikap tidak peduli bila karenanya “wilayah” orang lain akan dipersempit? Tidakkah memohon agar hujan berhenti agar kita tidak perlu berbasah-basah pergi ke gereja, berarti bersikap tidak peduli bahwa air hujan dibutuhkan oleh tanah/alam dan para petani? Tidakkah bersyukur kepada Tuhan bahwa kios kita terhindar dari kebakaran, berarti bersikap tidak peduli pada ratusan pemilik dari kios-kios yang habis terbakar di bangunan yang sama? Dan masih banyak sekali contoh doa-doa orang Kristen yang lupa bahwa mereka datang kepada Tuhan yang bukan hanya “bapa “ orang Kristen tetapi juga “bapa” semua orang. Yang berikutnya, Yesus tidak mengajarkan kita untuk memohon berkat yang berlimpah-limpah dan wilayah yang seluas mungkin. Sebaliknya IA selalu mengingatkan betapa berbahayanya kekayaan dan kelimpahan, karena dapat membuat orang lupa akan tugas panggilannya bagi Tuhan dan orang lain, serta gagal untuk menyadari mengapa berkat kekayaan dan kelimpahan itu diberikan kepadanya. Oleh karena itu Yesus mengajarkan murid-murid-Nya dan kita untuk memohon berkat yang sungguh-sungguh kita butuhkan: makanan untuk sehari yang secukupnya. Sejiwa dengan prinsip ini menarik untuk direnungkan sebuah doa lain dalam Alkitab, yang jelas bertentangan dengan Doa Yabes, dan yang sayangnya tidak dipegangi banyak orang: “Dua hal aku mohon kepada-Mu, jangan itu Kautolak sebelum aku mati, yakni: jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku.” (Amsal 30:7-9) Selanjutnya, Yesus tidak hanya mengajar kita agar tidak menginginkan dan memohon kelimpahan, tetapi bahkan menekankan pentingnya penyangkalan diri. Dan sejiwa dengan itu, IA senantiasa mengajarkan murid-murid-Nya untuk bertahan dalam pencobaan. Ingat misalnya peristiwa Yesus menenangkan badai di danau Galilea. Dan lebih daripada itu, Yesus juga mengajar murid-murid-Nya serta kita, agar tidak mengingkari salib dan menghindari penderitaan, melainkan memikulnya dan menghadapinya dengan semangat rela berkorban. Yesus mengajarkan ini bukan hanya dengan kata-kata, tetapi dengan perbuatan nyata, dengan teladan diri-Nya sendiri. Namun Yesus memahami keterbatasan kita sebagai manusia. Tidak semua cobaan dan perbuatan jahat akan dapat kita atasi sendiri. Oleh karena itu IA mengajar kita untuk memohon agar mengakui kelemahan kita itu dan memohon perlindungan serta pertolongan Tuhan. Ini jelas berbeda dengan doa Yabes, yang memohon keamanan diri senafas dengan permohonan berkat yang berlimpah-limpah dan wilayah yang seluas mungkin. Keamanan dan keselamatan yang diminta adalah demi menikmati berkat yang didamba-dambakan itu dengan sentosa. Dan yang terakhir, Yesus mengajar murid-murid-Nya dan kita, untuk menaikkan doa kita kepada Tuhan dalam persepsi Kerajaan Allah. Berarti segala keinginan kita harus dipahami dalam terang Kerajaan-Nya. Sebab yang berlaku dan yang harus diberlakukan dalam kehidupan warga Kerajaan Allah adalah semata-mata kehendak Allah. Apapun itu harus dalam rangka mengakui Nama Tuhan yang kudus, dalam rangka menyambut dan menantikan kedatangan Kerajaan-Nya, serta dalam kehendak-Nya (“...jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga...”). Dalam terang ini, setiap orang percaya dipanggil untuk melihat hidupnya melampaui hasrat, kepentingan, bahkan kebutuhan pribadinya. Sehingga doa bukan lagi cuma meminta atau mengharapkan sesuatu dari Tuhan bagi diri kita sendiri. Tetapi doa adalah menghampiri Tuhan dengan segala yang ada pada kita, mencurahkan isi hati kita kepada-Nya, untuk menyerahkan diri kepada-Nya dan berusaha untuk mengerti apa yang dikehendaki-Nya dalam setiap segi kehidupan kita setiap hari (“...jangan kehendakku... tetapi kehendak-Mu jadilah...”). Ini yang menjadi nyata baik dalam pembukaan maupun penutupan Doa Bapa Kami. |
1 komentar:
Harusnya ditelusuri dulu dengan analisis gramatikal, konteks dan sejarah latar belakang pada saat yabes berdoa kepa Tuhan. Karena sebenarnya doa yabes bukan doa yang berorientasi pada diri sendiri
Posting Komentar