Berdoa Seperti YABES atau Seperti YESUS? Pdt. Purboyo W. Susilaradeya

Berdoa Seperti YABES atau Seperti YESUS?
Pdt. Purboyo W. Susilaradeya

Doa Yabes
Beberapa tahun terakhir ini kalangan Kristen (juga di Indonesia, terutama di kalangan injili dan pentakostal/kharismatik) disibukkan oleh berbagai percakapan dan perdebatan, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan, yang dipicu oleh terbitnya sebuah buku karangan Bruce Wilkinson, berjudul The Prayer of Yabez. Buku itu memperkenalkan dan menganjurkan diterapkannya sebuah doa pendek dari seorang tokoh Alkitab yang bernama Yabes.

Mengapa buku Wilkinson itu menjadi begitu terkenal? Bukan karena pengarangnya tetapi karena isinya, atau tepatnya karena doa yang diperkenalkan dan dianjurkannya dalam bukunya. Dan sejak itu berbagai tulisan dan ulasan tentang doa itu ramai diterbitkan dan dibaca orang. Doa yang menurut para penulisnya amat luar biasa, dapat mengubah bahkan memperbaharui kehidupan semua orang yang menerapkannya. Bahkan di kalangan gereja-gereja arus utama, termasuk gereja kita, doa ini mulai diminati. Tidak jarang para pendeta dan penatua dari gereja-gereja arus utama “agak dipersalahkan” mengapa di lingkungannya doa ini tidak dihargai, atau setidaknya dibicarakan secara bersungguh-sungguh.

Di Alkitab nama Yabes hanya satu kali disebut dalam silsilah atau daftar keturunan Yehuda di 1 Tawarikh 4:1-23. Sedangkan mengenai Yabes sendiri dan doanya yang dianggap luar biasa itu terdapat dalam 1 Tawarikh 4:9-10.
Doa Yabes dan Doa Bapa Kami

Doa yang pendek dari Yabes mengandung banyak persoalan bagi kita. Banyak penafsir mengalami kesulitan untuk menjawab “mengapa” doa seperti ini terdapat dalam Alkitab. Bahkan beberapa penafsir menyatakan bahwa doa Yabes ini bukanlah doa seorang Kristen (baca: pengikut Kristus). Dan memang hal itu tampak jelas ketika doa Yabes itu diletakkan di sisi doa yang diajarkan Tuhan Yesus kepada murid-murid-Nya dan kepada kita, Doa Bapa Kami.

Doa Yabes (1 Tawarikh 4:10) Doa Yesus (Matius 6:9-13)
Bapa kami yang di sorga, dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.
Kiranya Engkau memberkati aku berlimpah-limpah dan memperluas daerahku, Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya, dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami; dan kiranya tangan-Mu menyertai aku, dan melindungi aku daripada malapetaka, sehingga kesakitan tidak menimpa aku!
dan kiranya tangan-Mu menyertai aku, dan melindungi aku daripada malapetaka, sehingga kesakitan tidak menimpa aku! dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami daripada yang jahat.
Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.

Secara ringkas yang dimohon Yabes dari Tuhan adalah kesejahteraan bagi dirinya sendiri: kecukupan materi, perluasan wilayah, (keberhasilan dalam “bisnisnya”), serta keamanan diri. Bertolak-belakang dengan itu Yesus mengajarkan murid-murid-Nya dan kita, prinsip-prinsip doa yang sama sekali berbeda.

Pertama-tama, Yesus mengajarkan bahwa dalam doa kita datang kepada Tuhan tidak hanya sebagai diri kita pribadi, tetapi bersama dengan orang lain, sesama saudara seiman, tetapi juga yang tidak seiman. Karena Tuhan menerbitkan matahari dan menurunkan hujan bahkan bagi orang yang jahat dan orang yang tidak benar. Oleh karena itu Yesus berkata: “...berdoalah demikian... Bapa kami....” Berdoa kepada Tuhan adalah berdoa kepada Dia yang berkenan untuk menjadi “bapa” dan yang adalah “bapa” bagi semua orang.

Oleh karena itu permohonan kita kepada-Nya tidak selayaknya bertentangan dengan prinsip ini. Dalam prinsip Doa Yesus tidak ada tempat bagi permohonan yang menguntungkan kita sendiri tetapi yang dapat merugikan orang lain. Tidakkah memohon agar “wilayah” kita sendiri diperluas, berarti bersikap tidak peduli bila karenanya “wilayah” orang lain akan dipersempit? Tidakkah memohon agar hujan berhenti agar kita tidak perlu berbasah-basah pergi ke gereja, berarti bersikap tidak peduli bahwa air hujan dibutuhkan oleh tanah/alam dan para petani? Tidakkah bersyukur kepada Tuhan bahwa kios kita terhindar dari kebakaran, berarti bersikap tidak peduli pada ratusan pemilik dari kios-kios yang habis terbakar di bangunan yang sama? Dan masih banyak sekali contoh doa-doa orang Kristen yang lupa bahwa mereka datang kepada Tuhan yang bukan hanya “bapa “ orang Kristen tetapi juga “bapa” semua orang.

Yang berikutnya, Yesus tidak mengajarkan kita untuk memohon berkat yang berlimpah-limpah dan wilayah yang seluas mungkin. Sebaliknya IA selalu mengingatkan betapa berbahayanya kekayaan dan kelimpahan, karena dapat membuat orang lupa akan tugas panggilannya bagi Tuhan dan orang lain, serta gagal untuk menyadari mengapa berkat kekayaan dan kelimpahan itu diberikan kepadanya. Oleh karena itu Yesus mengajarkan murid-murid-Nya dan kita untuk memohon berkat yang sungguh-sungguh kita butuhkan: makanan untuk sehari yang secukupnya.

Sejiwa dengan prinsip ini menarik untuk direnungkan sebuah doa lain dalam Alkitab, yang jelas bertentangan dengan Doa Yabes, dan yang sayangnya tidak dipegangi banyak orang: “Dua hal aku mohon kepada-Mu, jangan itu Kautolak sebelum aku mati, yakni: jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku.” (Amsal 30:7-9)

Selanjutnya, Yesus tidak hanya mengajar kita agar tidak menginginkan dan memohon kelimpahan, tetapi bahkan menekankan pentingnya penyangkalan diri. Dan sejiwa dengan itu, IA senantiasa mengajarkan murid-murid-Nya untuk bertahan dalam pencobaan. Ingat misalnya peristiwa Yesus menenangkan badai di danau Galilea. Dan lebih daripada itu, Yesus juga mengajar murid-murid-Nya serta kita, agar tidak mengingkari salib dan menghindari penderitaan, melainkan memikulnya dan menghadapinya dengan semangat rela berkorban. Yesus mengajarkan ini bukan hanya dengan kata-kata, tetapi dengan perbuatan nyata, dengan teladan diri-Nya sendiri.

Namun Yesus memahami keterbatasan kita sebagai manusia. Tidak semua cobaan dan perbuatan jahat akan dapat kita atasi sendiri. Oleh karena itu IA mengajar kita untuk memohon agar mengakui kelemahan kita itu dan memohon perlindungan serta pertolongan Tuhan. Ini jelas berbeda dengan doa Yabes, yang memohon keamanan diri senafas dengan permohonan berkat yang berlimpah-limpah dan wilayah yang seluas mungkin. Keamanan dan keselamatan yang diminta adalah demi menikmati berkat yang didamba-dambakan itu dengan sentosa.

Dan yang terakhir, Yesus mengajar murid-murid-Nya dan kita, untuk menaikkan doa kita kepada Tuhan dalam persepsi Kerajaan Allah. Berarti segala keinginan kita harus dipahami dalam terang Kerajaan-Nya. Sebab yang berlaku dan yang harus diberlakukan dalam kehidupan warga Kerajaan Allah adalah semata-mata kehendak Allah. Apapun itu harus dalam rangka mengakui Nama Tuhan yang kudus, dalam rangka menyambut dan menantikan kedatangan Kerajaan-Nya, serta dalam kehendak-Nya (“...jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga...”).

Dalam terang ini, setiap orang percaya dipanggil untuk melihat hidupnya melampaui hasrat, kepentingan, bahkan kebutuhan pribadinya. Sehingga doa bukan lagi cuma meminta atau mengharapkan sesuatu dari Tuhan bagi diri kita sendiri. Tetapi doa adalah menghampiri Tuhan dengan segala yang ada pada kita, mencurahkan isi hati kita kepada-Nya, untuk menyerahkan diri kepada-Nya dan berusaha untuk mengerti apa yang dikehendaki-Nya dalam setiap segi kehidupan kita setiap hari (“...jangan kehendakku... tetapi kehendak-Mu jadilah...”). Ini yang menjadi nyata baik dalam pembukaan maupun penutupan Doa Bapa Kami.

Bagaimanakah Sebenarnya Doa Yabes itu?
Nama Yabes menyiratkan penderitaan dan rasa sakit yang tidak ringan. Ia hidup pada masa di mana “nama” dapat menentukan nasib dan jalan hidupnya. Seperti seseorang yang diberi nama “Prihatin” misalnya. Ia dapat menerima dan mengalami bahwa oleh karena namanya itu ia seolah sudah ditentukan untuk hidup penuh “keprihatinan”. Begitu pun dengan Yabes. Ia dapat, –sesuai dengan nama yang diberikan ibunya karena penderitaan ibunya ketika melahirkannya,– mensugesti diri untuk mengalami penderitaan yang sama dalam hidupnya sendiri.

Tetapi Yabes tidak menghendakinya. Ia memiliki keberanian untuk membebaskan diri dari tekanan namanya sendiri. Dan ia tidak punya pilihan kecuali datang kepada Tuhan dengan doa permohonannya. Doa yang memang sangat relevan dengan situasi dan kebutuhan pribadinya. Dan Tuhan berkenan untuk mendengarkan doa yang sangat pribadi ini, bahkan mengabulkannya. Sehingga dikatakan dalam 1 Tawarikh 4:9 bahwa Yabes “lebih dimuliakan daripada saudara-saudaranya”.

Jadi bukan karena “caranya berdoa” atau karena “kata-kata dalam doanya” sehingga Tuhan mengabulkan doa permohonan Yabes. Tetapi semata-mata karena Tuhan berkenan melawat Yabes dan memahami “penderitaannya”, serta berkenan membebaskannya.
Bukan Doa Yabes Tetapi Doa Yesus!
Kiranya adalah jelas bahwa pada dasarnya Doa Yabes berseberangan dengan hakikat Injil dan hal-hal yang menjadi prioritas Yesus. Doa ini menggambarkan hasrat peningkatan kepentingan diri sendiri dan mengingkari prinsip penyangkalan diri yang dipegangi dan diajarkan oleh Yesus. Tetapi memang justru karena inilah Doa Yabes disukai banyak orang.

Banyak orang bahkan telah bersaksi bahwa doa ini telah mengubah hidup mereka bahkan dalam konotasi yang sangat sempit: kesejahteraan pribadi! Dalam gaya hidup yang materialistik dan konsumtif seperti zaman ini, tidak heran bila doa ini sangatlah menarik dan dianggap menjanjikan banyak hal. “Ditemukannya kembali” Doa Yabes ini oleh Wilkinson telah mengobarkan kembali bara api teologi kemakmuran atau teologi sukses yang dikira banyak orang sudah mati. Mungkin sebagai kecenderungan atau “trend”, teologi kemakmuran atau teologi sukses memang sudah padam. Tetapi selama ketamakan yang adalah salah satu buah terpenting dari jiwa materialisme dan konsumerisme masih hidup, maka doa-doa seperti Doa Yabes akan selalu diperlakukan sebagai doa yang benar dan menentukan, bahkan lebih daripada Doa Bapa kami yang diajarkan oleh Yesus sendiri.

Doa Yesus sebaliknya, adalah pola dan contoh doa orang Kristen, pengikut Kristus, bukan pengikut hasrat dan dambaan pribadi. Memang dengan berdoa berdasarkan Doa Bapa Kami, orang tidak mendapatkan jaminan atau janji apapun dalam hal kelimpahan materi. Karena memang yang dijanjikan Tuhan bukanlah “roti BreadTalk” atau “air Perrier”, melainkan “roti dan air hidup”.

Dan akhirnya bagi mereka yang benar-benar dalam keadaan yang amat membutuhkan pertolongan Tuhan, berdoalah dan naikkan permohonan kepada Tuhan. Tidak perlu dengan Doa Yabes. Tetapi dengan Doa Yesus! Janji-Nya senantiasa berlaku bagi semua orang percaya: “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu. Dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu...!” (Yohanes 14:27).

1 komentar:

Andreas Chen mengatakan...

Harusnya ditelusuri dulu dengan analisis gramatikal, konteks dan sejarah latar belakang pada saat yabes berdoa kepa Tuhan. Karena sebenarnya doa yabes bukan doa yang berorientasi pada diri sendiri

Posting Komentar

Arsip

The Best Time For Reading

calendars

Chating Ria


ShoutMix chat widget

This is Me

This is Me

Mengenai Saya

Foto saya
kalu udah melakukan sesuatu biasanya akan lupa ama hal lain, n yang paling sering dilakukan adalah belajar maka sering lupa ama makan....

teman-teman

Dafar Pengunjung