Saat Saudara membaca artikel ini, secara kalender, Paska sudah lewat, tetapi secara aktual kita selalu menjalani esensi dan semangat Paska setiap hari. Paska datang dari kata “Passover” yang artinya bahwa ALLAH meluputkan kita. Disadari ataupun tidak, setiap saat kita banyak diluputkan dari hal-hal yang dapat membahayakan kita. Dalam bahasa Inggris biasa disebut sebagai “Good Luck”, atau “beruntung”. Tetapi, menariknya Baby Face salah satu artis Amerika pernah berkata “I don’t believe good luck, but blessing”. Saya tidak mengetahui kehidupan religius dia, tetapi kalimatnya tersebut merupakan suatu pernyataan imani yang luar biasa karena mewakili esensi kehidupan kristiani, yakni penyangkalan diri. Kristus bukan hanya mengajarkan semangat penyangkalan diri (Matius 16:24), tetapi lebih jauh lagi He practiced what He preached. Kristus melakukan apa yang diajarkan-Nya. He is a man of His words. His word is His bond. Di hari-hari terakhir-Nya, Dia rela mengayunkan langkah menuju Yerusalem not to suicide but to sacrifice dan dengan pengetahuan dan kesadaran sepenuh-penuhnya bahwa kematian menantikan Dia di kota yang, tragis dan ironisnya, pernah menyambut Dia dengan teriakan “Hosana...Hosana...” (Matius 21;1-11). Malam sebelum Dia disalib, Kristus berkumpul bersama murid-murid-Nya di taman Getsemani. Di situ, sebagaimana dicatat di Matius 26:36-46, Lukas 22:39-46, dan Markus 14:32-42 “Ia berlutut dan berdoa ‘…Ya Bapaku, jikalau sekiranya mungkin biarlah cawan ini ini lalu daripada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki…jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendakMu!’”. | Cawan Keadilan dan Cawan Kasih ALLAH | Cawan. Dalam Alkitab, istilah ini merupakan metafora “murka” dan “kasih” ALLAH. Dalam Yeremia 25:15, Mazmur 75:9, dan Wahyu 14:10;16:19, cawan berisi murka ALLAH. Sebaliknya, dalam Mazmur 23:5 dan Mazmur 116:13, cawan merupakan simbol berkat dan keselamatan dari ALLAH. ALLAH kita adalah ALLAH yang maha adil dan maha kasih. Ini adalah dua sifat utama ALLAH. ALLAH memang sering diidentikkan dengan banyak sifat. Saudara-saudara Muslim kita bahkan mempunyai 99 nama bagi ALLAH yang menunjukkan sifat-sifat ALLAH. Adil artinya yang salah harus dihukum. Keadilan ALLAH menuntut semua orang di dunia ini harus dihukum karena “Tidak ada yang benar, seorangpun tidak.” (Roma 3:10), dan “…semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan ALLAH…”(Roma 3:23). Kualitas “kebaikan” orang paling alim dan paling dermawan di dunia ini tidak cukup untuk memenuhi standar kebenaran ALLAH. Rumus matematika rohaninya adalah “GOOD – GOD = 0”. Apakah standar kebenaran ALLAH? Jawabannya dapat ditemukan di kesepuluh Perintah ALLAH. Tetapi, adakah di antara manusia yang sanggup memenuhi secara sempurna seluruh kesepuluh Perintah ALLAH? Standar ALLAH menuntut kesempurnaan pelaksanaan seluruh dan setiap kesepuluh Perintah ALLAH. Lebih berat lagi, “Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya’(Matius 5:28), dan “Setiap orang yang membenci saudaranya adalah seorang pembunuh manusia”(I Yohanes 3:15). Sekarang, adakah di antara manusia yang sanggup memenuhi seluruh dan setiap kesepuluh Perintah ALLAH sedemikian sempurna selama hidupnya? Harus sempurna memang, karena ALLAH kita adalah ALLAH yang sempurna, sehingga standarnya menuntut kesempurnaan. Yakobus 2:10: “Sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian dari padanya, ia bersalah terhadap seluruhnya”. Ada yang mungkin bertanya, kalau memang ALLAH Yang Maha Tahu mengetahui bahwa tidak ada orang yang dapat memenuhi kesepuluh Perintah ALLAH, kenapa ALLAH masih menjadikan kesempurnaan menjalankan kesepuluh Perintah ALLAH sebagai standar? ALLAH memang memberikan kesepuluh Perintah ALLAH bukan untuk dapat dipenuhi seluruh dan setiap aturannya secara sempurna oleh manusia, tetapi kesepuluh Perintah ALLAH diberikan adalah justru agar manusia bercermin dengan ukuran standar kesepuluh Perintah ALLAH dan kemudian sadar, datang berseru sambil berserah pada ALLAH dan berkata “…TUHAN…ini aku, aku tidak sanggup memenuhi standar-Mu yang terlalu tinggi bagiku…”. Pada titik ini, sejarah manusia sebenarnya akan berakhir tragis dan ironis bila ALLAH kita bukan ALLAH yang Maha Kasih. ALLAH telah menciptakan manusia menurut citra ALLAH akan berakhir dengan jalan buntu murka dari Sang Pencipta sendiri. “Tetapi syukur kepada ALLAH, yang telah memberikan kepada kita, kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita” (I Korintus 15:57). Syukur kepada ALLAH, bahwa Ia, Yang Maha Adil, adalah juga Yang Maha Kasih. “Karena begitu besar kasih ALLAH akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa”(Yohanes 3:16). Salvation is what we receive, not what we achieve. | Kristus: Harmoni Cawan Keadilan dan Cawan Kasih ALLAH | Doa Yesus di Getsemani merupakan refleksi atas kedua simbol ilahi cawan, yakni “murka” dan “kasih” ALLAH. Peristiwa Getsemani dari tampak lahirnya seolah-olah menunjukkan “titik lemah” kekristenan, di mana Yesus kelihatan sebagai seorang “peragu” dan “berusaha melakukan tawar menawar untuk melepaskan diri dari kematian yang menanti-Nya”. Tidak. Sama sekali bukan begitu. Peristiwa Getsemani justru memuat dan menyampaikan kekuatan dan tema sentral misi kedatangan Kristus ke dunia. Pesan yang disampaikan dalam doa Kristus tersebut berisikan konfirmasi bahwa di luar Kristus tidak ada keselamatan. “…Jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, [jadilah kehendak-Mu!]”. Dalam bahasa sederhana, doa ini berkata bahwa hanya dengan kematian Kristus, murka ALLAH atas manusia dapat berlalu. Jikalau cawan [baca: murka ALLAH] dapat lalu selain apabila Yesus meminumnya [baca: kematian Kristus], ALLAH pasti akan memilih cara lain tersebut ketimbang menyerahkan Anak-Nya yang tunggal untuk menderita dan mati. Namun, ternyata, hanya dengan Kristus menerima cawan murka ALLAH, maka manusia dapat menerima cawan yang berisi kasih dan keselamatan ALLAH. Pergumulan Kristus atas konfirmasi tersebut sedemikian berat dan serius sehingga “Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah.” (Lukas 22:39-44). Gejala ini memang ada dan dikenal dalam dunia medis sebagai “chromidrosis”. Kristus adalah sepenuhnya manusia, tetapi juga sepenuhnya ALLAH. Kristus menjalani kehidupan normal sebagai manusia, hanya saja bahwa Ia tidak berdosa (1Petrus 2:22; Ibrani 4:15). Ia juga ALLAH (Kolose 1:19 dan 2:9). Kristus adalah korban pengganti bagi manusia berdosa yang menerima-Nya. ALLAH berkenan menerima-Nya (Efesus 5:2) karena Ia adalah “domba yang sempurna”, tidak ada dosa pada-Nya. Sebagai pengganti, Kristus harus mempunyai sifat yang sama dengan yang digantikan-Nya, yakni manusia. Makanya Yesus adalah sepenuhnya manusia. Dalam posisi dan fungsi tersebut, Kristus akan mewakili seluruh manusia yang menerima-Nya dalam menjalani ditimpanya murka ALLAH atas dosa-dosa manusia. Tetapi, adakah manusia biasa yang sanggup menanggung beban murka ALLAH selain Kristus? Tidak ada manusia yang akan tahan menahan murka ALLAH Pencipta langit dan bumi. Selain itu, secara matematis, berapa banyakkah manusia yang pernah, sedang dan akan ada? Pada satu orang saja, sudah berapa banyakkah dosa yang ada? Saat ini saja penduduk Indonesia sudah sekitar 200an juta. Ini baru yang ada di Indonesia saat ini. Tapi, umpama pun ada orang yang sanggup menampung dan menanggung beban tersebut selain Kristus, maka secara logika, orang tersebut akan justru menjadi orang yang paling berdosa di dunia ini, sehingga ia sendiri pasti tidak akan masuk sorga. Tragis dan ironis, bukan? Hanya Kristus yang sanggup menghadapi murka ALLAH dan menanggung seluruh dosa manusia karena Ia adalah sepenuhnya ALLAH, yang karenanya Maha Kuasa. Dalam matematika dikenal simbol “•” (seperti logo Bank Lippo) yang biasa disebut sebagai “infinity” (artinya: tidak terbatas). Jumlah berapa pun dikalikan, dikurangi, ditambahkan ataupun dibagi dengan “•“, akan tetap menghasilkan “•“. Begitulah Ketuhanan Kristus, tidak terbatas. Dahsyatnya murka ALLAH dan seberapa banyak dan jenis dosa manusia yang ditimpakan pada-Nya, hal itu tidak akan mempengaruhi sifat Keilahian-Nya yang tidak terbatas. Sehingga, walaupun Ia harus memikul dan menanggung dosa manusia, Ia tetap merupakan Yang Maha Suci sehingga Ia kini tetap dapat berada di sorga dan duduk di sebelah kanan ALLAH Bapa. Kristus merupakan satu-satunya jalan keluar. Ia adalah Cawan tempat Murka dan Kasih ALLAH bertemu dan mendapatkan harmoninya. Manusia dengan segala “kebaikan”nya tidak dapat memenuhi standar kebaikan ALLAH. Manusia karena naturnya sudah berdosa. Manusia disebut berdosa bukan karena melakukan dosa, tetapi karena dosa Adam, manusia mendapatkan sifat keberdosaannya. Roma 3:10-12: “Tidak ada yang benar, seorang pun tidak. Tidak ada seorang pun yang berakal budi, tidak ada seorang pun yang mencari Allah. Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorang pun tidak.” Roma 3:23: “…semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah…” Kemustahilan bagi manusia untuk memenuhi standar kebaikan ALLAH terjadi karena antara ALLAH dan manusia terdapat jurang kualitatif yang tidak terseberangi oleh manusia. Dari kualitasnya, manusia berbeda dengan ALLAH. Manusia bukan ALLAH. Manusia adalah ciptaan dan ALLAH adalah Pencipta. Antara keduanya terdapat jurang yang tidak terseberangi oleh manusia karena kualitas masing-masing. Manusia tidak pernah dapat menjadi ALLAH. Makanya, jurang tersebut tidak akan terseberangi oleh manusia. Ilustrasi di bawah ini mungkin dapat sedikit menyederhanakan penjelasannya. Setelah lulus SMP, saya ingin masuk ke SMA X. Sayangnya SMA ini menetapkan nilai rata-rata 7.5 sebagai syarat masuk. Padahal nilai rata-rata saya di SMP hanya 7. Dapatkah saya masuk ke SMA idaman saya? Waktu masih di SMP, saya belajar segiat-giatnya. Tiada hari tanpa belajar. Atau bahkan mungkin guru kelas saya adalah kenalan keluarga sehingga mereka bermurah hati memberi nilai ekstra. Tapi, semuanya itu hanya dapat memberi saya nilai rata-rata 7. Dengan standar 7.5 yang ditetapkan SMA idaman saya, mustahil bagi saya untuk belajar di SMA tersebut dengan modal angka 7 saya tersebut. Adakah jalan bagi saya? Sejauh usaha saya, saya sudah buntu dan hanya bisa pasrah menerima nasib. Tetapi, tunggu dulu! Bagaimana bila SMA idaman tersebut mau menurunkan standarnya menjadi 7, pas dengan nilai rata-rata saya? Puji TUHAN! Bila memang demikian, saya kini memenuhi syarat untuk diterima di SMA idaman saya tersebut. Jurang antara saya dengan SMA saya tersebut yang tadinya tidak terseberangi oleh saya, kini sudah tidak ada lagi, hanya karena SMA tersebut yang “turun” dan “menjadi sama” dengan nilai saya. Mirip-mirip dengan ilustrasi di atas, standar ALLAH adalah di luar jangkauan manusia. Hanya jika ALLAH sendiri yang “turun” (Efesus 4:9), jurang kualitatif tadi dapat diseberangi manusia. Inilah rahasia ALLAH: Kristus adalah ALLAH sendiri yang turun menjadi manusia, merendahkan dan menyangkal diri-Nya dan tinggal di dalam segala keterbatasan manusia. Saat kita mengunjungi orang yang kurang beruntung daripada kita untuk suatu tugas pelayanan, selama acara kita tetap dalam status dan kualitas semula kita. Kita tidak menjadi mereka, dan tetap mempertahankan status kita. Tetapi, Kristus, ketika Ia mengunjungi dunia ini 2000 tahun lalu, Ia menjadi manusia seutuhnya, menanggalkan keilahian-Nya. Kristuslah satu-satu Jalan, Kebenaran dan Hidup. Sungguh agung dan luar biasa ALLAH kita. Hanya kuasa salib Kristus yang mengungkapkan kebenaran dan menyediakan jawaban tuntas atas dosa manusia. The cross is God’s compass pointing to heaven. Tentang pendapat bahwa di luar Kristus masih ada jalan lain menuju keselamatan, kemungkinan jawabannya hanya ada dua: - Kalau di luar Kristus masih ada jalan lain menuju keselamatan, maka (a) ALLAH kita adalah Bapa yang “paling kejam” di dunia ini karena Ia “sampai hati” mengirim Anak-Nya yang Tunggal untuk mati “sia-sia” dan (b) Kristus adalah pembohong ketika Ia berkata “”Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yohanes 14:6); atau
- Apa yang dikatakan Yesus di Yohanes 14:6 tersebut adalah memang benar adanya; dalam versi Inggris kata “jalan” menggunakan istilah “the way”, bukannya “a way”; secara tata bahasa Inggris, “the” berarti “satu-satunya”.
Ingat, mereka yang tidak menerima Yesus sebagai Juru Selamat “…tidak memiliki hidup” (I Yohanes 5:12); Yohanes 3:18: “Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah.” Yohanes 3:36: “Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya.” Hukuman sudah dijatuhkan atas dosa manusia, yakni maut, dan masih terus berlangsung dan berlaku. Hanya jika orang tersebut ditebus Ia akan lolos dari hukuman. Jika tidak, ia akan tetap berada dalam hukuman. Mereka yang menerima Kristus, akan mengalami dua kelahiran, yakni kelahiran jasmani sebagai bayi dan kelahiran spiritual, dan satu kematian saja, yakni kematian jasmani (kecuali jika orang tersebut masih hidup ketika Kristus datang kedua kali, I Kor.15:51). Sebaliknya, mereka yang tidak menerima Kristus, akan hanya lahir sekali, yakni kelahiran jasmani, dan mati dua kali, yakni kematian jasmani sebagai manusia dan kematian spiritual. | Kita: Meneruskan Cawan Kasih ALLAH | Mungkin akan ada orang yang memberi label “ekstrim” pada pernyataan di atas bahwa di luar Kristus tidak ada keselamatan. Tetapi, coba kita renungkan ilustrasi berikut. Akankah kita mengatakan kepada guru anak kita yang kelas 1 bahwa guru tersebut seorang “ekstrimis” karena ia mengajar anak kita bahwa 2+2 = 4? Tentu tidak, karena yang ia ajarkan adalah suatu “kebenaran absolut”. Hitungan sederhana “2+2=4” akan selalu merupakan kebenaran absolut di manapun, kapanpun dan bagaimanapun. Demikian juga dengan fakta bahwa di luar Kristus tidak ada keselamatan. Ini juga merupakan kebenaran absolut. Perlu diingat bahwa seseorang akan menjadi ekstrim bila ia meng-absolut-kan yang relatif. Sebaliknya, ia akan disebut liberal bila ia me-relatif-kan yang absolut. Mereka yang telah menerima keselamatan melalui iman dalam Kristus sudah menerima cawan yang berisi kasih perdamaian dengan ALLAH (Roma 5:10-11). Perdamaian dengan ALLAH tersebut “gratis tetapi sangat mahal”. Gratis, karena yang menerimanya tidak perlu membayar apa-apa kecuali penyangkalan atas kemampuan untuk menyelamatkan diri sendiri (Matius 16:24) dan kesediaan untuk menerima Kristus sebagai Juru Selamat. Mahal, karena Kristus harus menderita hingga mati untuk itu (1 Petrus 1:19). Adakah barang di dunia ini yang sangat mahal tetapi dapat diperoleh secara gratis, selain keselamatan yang diberikan Kristus? Karena itu, kita yang sudah menerimanya mempunyai kewajiban untuk menghargai dan mengerjakan keselamatan tersebut (Filipi 2:12) dengan meneruskan cawan kasih tersebut kepada mereka yang masih menjadi objek cawan murka ALLAH. ALLAH tidak menempatkan kita di zaman, tempat, posisi atau lingkungan yang lain, karena ALLAH punya rencana dengan kita di saat ini di lingkungan di mana kita berada sekarang. ALLAH mengirim kita untuk menjadi “duta bagi Kristus” (2 Kor 5:20) bergaul dengan orang-orang yang kini berada dalam lingkungan pergaulan kita untuk menjadi penerus cawan kasih ALLAH bagi mereka. Adakah yang lebih indah, lebih agung, lebih abadi daripada ketika di sorga nanti, ada orang datang menemui Saudara dan berkata “terima kasih sudah memungkinkan saya untuk berada di sorga saat ini bersama Anda”. Apalagi bila orang tersebut adalah ayah, ibu, adik, kakak, teman atau siapa saja yang Saudara kenal bahkan kasihi yang kini belum menerima cawan kasih ALLAH melalui Kristus? Saudara mungkin kesempatan terbaik mereka untuk mengenal Kristus. Atau bahkan, mungkin satu-satunya kesempatan. Bukan kebetulan bilanama gereja kita disingkat GKI-PI. Istilah “PI” dapat merujuk pada wilayah “Pondok Indah”, dan dapat juga membunyikan misi agung “Pekabaran Injil”. Kerinduan saya, bahwa di sorga kelak, Kristus akan menyambut Saudara dan saya, dan berkata “Mission accomplished! Well done, my son” (2 Tim. 4:7) Adakah yang lebih berharga daripada pujian Kristus? Adakah cita-cita yang lebih mulia daripada “masuk sorga dan membawa sebanyak mungkin orang bersama ke sorga”? Maukah, Saudara? “Ini aku TUHAN, utus aku” (Yesaya 6:8). God needs our availability more than our ability. God doesn’t call the qualified, He qualifies the called. Do your best and let God do the rest. Selamat melayani! | |
0 komentar:
Posting Komentar