SISTEM HUKUM DI INDONESIA SEBELUM PERANG DUNIA II Buku : Prof.Dr. R. Soepomo, SH

PENDAHULUAN

Secara garis besar buku ini hendak memberi gambaran tentang keadaan sistem hukum yang berlaku di Indonesia pada zaman kolonial dahulu. Tujuan dari buku ini adalah agar kita dapat menginsafi benar-benar jalannya perkembangaan proses pembaharuan sistem hukum di Indonesia, maka perlu kiranya kita mengetahui sistem hukum yang lama. Dengan mengenal sistem hukum yang lama itu kita dapat menganalisir, seberapa jauh sistem itu mempengaruhi perkembangan hukum baru.
Buku Sistem Hukum di Indonesia di bagi dalam 5 Bab antara lain :
 BAB I. RAKYAT INDONESIA ( yang mana dalam setiap sub bagiannya menjelaskan tetang Kewarganegaraan Belanda, Penduduk Negara dan bukan penduduk negara, pembedaan rakyat menurut undang-undang dalam golongan Eropa, Bumipuera dan Timur Asing, Pembedaan golongan rakyat orang Belanda kaulanegara pribumi – bukan orang Belanda dan kaulanegara mancabumi-bukan orang Belanda).
 BAB II. URUSAN HUKUM (mengkaji tentang sistem peradilan, dimulai dari peradilan Gubernemen, peradilan pribumi, peradilan daerah-daerah swapraja, peradilan agama dan peradilan desa).
 BAB III. HUKUM YANG HARUS DIPERLAKUKAN DAN ACARA DARI PENGADILAN (mengkaji tentang hukum-hukum yang harus di pakai dalam setiap keputusan berdasarkan ketetapan-ketepan undang-undang, yang dimulai dari dalam lingkungan peradilan gubernemen, dalam lingkungan peradilan pribumi, dalam lingkungan peradilan-peradilan daerah swapraja, dalam lingkungan peradilan agama dan dalam lingkungan pradilan desa).
 BAB IV. PENUNDUKAN ATAS KEMAUAN SENDIRI KEPADA HUKUM PERDATA EROPAH (Mengkaji tentang empat jenis penundukan kepada hukum perdata Eropah).
 BAB V. ASA-ASA TERPENTING DARI TATANAN HUKUM SEBELUM PERANG YANG BERLAKU DI HINDIA BELANDA (mengkaji asas-asas yang berhubungan dengan undang-undangan).




KAJIAN MASALAH

Dalam bab kajian masalah ini, kelompok hanya melihat ada 5 masalah yang mendasar yakni :
1. Status kewarganegaraan.
2. Masalah Peradilan atau urusan hukum (ditingkat Gubernemen, Pribumi, daerah-daerah Swapraja, Agama dan Desa).
3. Ketetapan undang-undang yang menjadi landasan untuk setiap kewenangan dan keputusan-keputusan (ditingkat Gubernemen, Pribumi, daerah-daerah Swapraja, Agama dan Desa).
4. Empat jenis penundukan atas hukum perdata Eropa.
5. Asas-Asas dalam Undang-Undang.














PEMBAHASAN

I. STATUS KEWARGANERAAN
Karena HindiaBelanda dahulu itu bukan merupakan suatu Negara, maka tidak juga mempunyai warganegara (warganegara Hindia Belanda) sendiri. Isi negerti Indonesia, yang bukan orang asing, menurut hukum Hindia Belanda adalah kaulanegara Belanda.
Orang-orang yang bertempat tinggal di daerah Indonesia menurut hukum Hindia dapat dibagi-bagi dalam golongan-golongan berikut :
1. Kaulanegara Belanda dan orang asing
2. Penduduk negera dan bukan penduduk negara
3. Orang Eropah, Bumiputera dan orang Timur Asing
4. Orang Belanda, kaulanegara pribumi – bukan orang Belanda dan kaulanegara mancabumi-bukan orang Belanda.
Sebagai ukuran untuk kewargaan-negara Belanda menurut hukum Belanda lama dipakai Undang-undang tanggal 28 Juli 1850 Staatsblad No. 44 diubah dengan undang-undang 3 Mei 1851 “Burgerlijk Wetbook” Bld, tahun 1838. Undang-undang ini memuat ketentuan-ketentuan kebangsaan Belanda berhubungan dengan pemakaian hak-hak kewarga-negaraan, sedangkan kebangsaan Belanda menurut B.W. dipakai ukuran untuk semua hak dan kewajiban yang lain. B.W. 1838 menganut asas daerah kelahiran (ius soli). Contoh-contoh status kewarganeraan Belanda juga di atur dalam : B.W. tahun 1838 pasal 5 no. 1, 3, undang-undang 28 Juli 1850. Undang-undang 12 Desember 1892 yang mencabut status warganegara Belanda terhadap orang-orang pribumi dan yang bukan orang Eropa.
Undang-undang 12 Desember 1892 menganut asas keturunan (ius saguinis). Dalam undang-undang ini, dasar-dasar untuk memperoleh kebangsaan Belanda adalah kelahiran, pensahan, perkawinan dan naturalisasi. Ini semua terdapat dalam pasal-pasal :
 Pasal 1. a, tentang kelahiran.
 Pasal 1. d, tentang daerah kelahiran.
 Pasal 5 tentang perkawinan.
 Pasal 9 tentang setelah perceraian status terhadap kewarganegaraan Belanda.
 Pasal 3 tentang naturalisasi.
Kehilangan status warganegara juga di atur dalam pasal-pasal :
 Pasal 7 no. 1, 3, 4 dan 5
 Pasal 8
Dan untuk mengatur dan mengontrol orang asing terdapat dalam Undang-Undang 12 Desember 1892.
Penduduk negara dan bukan penduduk negara di atur dalam ketentuan pasal 160 ayat 2 “Indische Staatsregelin “ (I.S) yang menyatakan bahwa penduduk negara Hindia Belanda ialah mereka yang dengan sah bertempat tinggal tetap di sana. “Sah” di sini artinya tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan mengenai masuk dan mengadakan tempat tinggalnya yang tetap di Hindia Belanda, termuat dalam “Algemene Maatregel van Bestuur” tanggal 15 Oktober 1915, S. 1916 No. 47 dan dalam Ordonansi tanggal 27 November 1917, S. 1917 No. 693.
Pembedaan rakyat menurut undang-undang alam golongan-golongan Eropa ( semua orang Belanda, semua orang, tidak termasuk yang asalnya dari Eropa, semua orang Jepang) Bumiputera (ialah semua orang yang termasuk rakyat Indonesia dari Hindia Belanda dan tidak beralih masuk golongan rakyat lain, lantas mencampurkan diri dengan rakyat Indonesia asli) dan Timur Asing (ialah semua orang yang bukan orang Eropa atau bumiputera) terdapat dalam pasal 163 “Indische Staatsregelin “ (I.S). Tahun 1848 pembedaan ditetapkan dalam pasal-pasal 6 – 10 dalam “Algemene Bepelingen van Wetgeving”. Persamaan bumiputera dan orang Eropa disamakan dengan agama mereka (pasal 10). Dalam pasal 109 R.R., agama tidak lagi menjadi ukuran golongan. Karena kurang jelas pasal 109 R.R., tentang penjelasan apa yang dimaksud dengan orang Eropa maka pasal 109 R.R., ditinjau ulang dengan Undang-Undang 31 Desember 1906, S. 1907 No.205, kemudian ditambah dengan Undang-Undang tanggal 6 Juni 1919, S. No.622.
Pergantian R.R., ke “Indische Staatsregelin “ (I.S), maka pasal tentang golongan diatus dalam pasal 163 “Indische Staatsregelin “ (I.S). Peralihan golongan dapat terjadi karena :
 Naturalisasi (pasal 3 dari Undang-Undang tanggal 12 Desember 1892)
 Perkawinan campur (pasal 2 dari Undang-Undang tanggal 29 Desember 1898 No.158)
 Pengakuan dan pengesahan (pasal 272 “Burgerlijk Wetbook”)

II. Masalah Peradilan (ditingkat Gubernemen, Pribumi, daerah-daerah Swapraja, Agama dan Desa).
Di Hindia Belanda dahulu tidak ada peraturan yang seragam tentang urusan hukum. Di dalam berbagai-bagai peraturan terdapat pelbagai tatanan-hukum, yang sangat meruwetkan gambarang tentang urusan hukum Hindia Belanda. Ada lima buah tatanan peradilah :
a. Peradilan Gubernemen, yang meliputuri seluruh daerah Hindia Belanda
b. Kedua, di bagian-bagian Hindia Belanad, di mana rakyatnya dibiarkan menyelenggarakan peradilannya sendiri, di samping hakim-hakim gubernemen terdapat juga hakim-hakim pribumi yang mengadili menurut tatanan peradilan pribumi
c. Di dalama kebanyakan daerah swapraja di samping tatanan peradilan gubernemen terhdapat juga tatanan peradilan swapraja itu sendiri (Zelfbestuurrechspraak).
d. Selanjutnya terdapat peradilan agama. Peragilan agama terdapat, baik di bagian-bagian Hindia Belanda di mana semata-mata ada peradilan gubernemen maupun di daerah di mana peradilan agama merupakan bagaian dari peradilan pribumi atau di dalam derah-daerah swapraja sebagai bagian dari peradilan swapraja itu.
e. Akhirnya dalam kebanyakan daerah terdapat juga peradilan desa di dalam masyarakat desa.
Peradilan gubernemen meliputi seluruh daerah Hindia Belanda. Peradilan pribumi hanya terdapat di daerah luar Jawa dan Madura yakni di dalam keresidenan-residenan Aceh, Tapanuli, Sumatera Barat, Jambi, Palembang, Bengkulu dan Ria , Kalimantan Barat, Selatan dan Timur, manado dan sulawesi, maluku dan di pulai Lombok dari keresidenan Bali dan Lombok. Peradilan daerah-daerah swapraja meliputi semua daerah.

 Peradilan Gubernemen
Peradilan gubernemen dikuasai oleh asa dualisme, di dalam penyelenggaraan hukum. Kehakiman untuk orang Eropah terpisah dari kehakiman untuk orang Indonesia. Hanya di dalam beberapa hal saja, akan ternyata di bawah ini asas ini diterobos. Ada pengadilan Eropah dan Bumiputera. Akan tetapi kekuasaan mengadili antara pengadilan-pengadilan Eropah di satu pihak dan pengadilan-pengadilan Bumiputera di lain pihak tidak dibatasi sedemikian, hingga pengadilan-pengadilan Eropa hanya ditunjukan untuk perkara-perkara yang semata-mata mengenai orang Eropa saja dan pengadilan-pengadilan Bumiputera hanya untuk menyelesaikan perkara-perkara yang semata-mata mengenai orang Indonesia. Salah satu peradilan Eropa adalah “Raad van Justitie”, merupakan majelis-bandingan untuk perkara-perkara yang dalam tingakatan pertama diputus oleh Landraad (yaitu pengadilan bumiputera). Wewenang kekuasaan hakim dalam perkara perdata di atur dalam pasal 134 ayat 1 I.S., tanggal 23 Juni 1925. Hakim-hakim gubernemen Eropa di Jawa dan Madura adalah :
1. Residentiegerecht. (terdiri dari hakim tunggal dan dibantu oleh seorang panitera. Kekuasaan mengadilinya diatur dalam pasal-pasal 116 f. Dan 116 g. R.O.)
2. Raad Vand Justitie. Berkedudukan di 3 tempat yakni Jakarta, Semarang dan Surabaya (terdiri dari presiden, wakil presiden, anggota, Officer van Justitie, Substituut-Officer van Justitie, panitera, wakil panitera pertama. Di atur dalam ketetapan Gubernemen tanggal 23 Juli 1938 No. 53.S.1938 No. 442).
3. Horggerechtshof. Berkedudukan di Jakarta. Ini adalah Majelis kehakiman yang tertinggi di Hindia Belanda dahulu, terdapat dalam pasal 147 I.S., (terdiri dari presiden, tujuh orang hakim (raadsheer), seorang prokol-jenderal, dua orang adpokat-jenderan, seorang panitera dan dua orang wakil panitera). Daerah hukumnya meliputi seluruh Hindia Belanda. Sebagai hakim tertinggi Hooggerrechtshof diserahi tugas pengawasan atas pelaksanaan kehakiman oleh pengadilan-pengadilan yang ada dibawahnya.

Hakim-hakim gubernemen Eropah di dearah-daerah di luar Jawa dan Madura adalah :
1. Redidentiegerecht (terdiri dari ketua Landraad yang ahli hukum, hakim keresidenan di pangku oleh landraad dan seorang pegawai pemerintahan Eropa). Daerah hukum resedentiegerecht ditetapkan oleh Gubernur Jenderal.
2. Raad van Justitie. Di daerah-daerah di luar Jawa dan Madura ada tiga raad van justitie yakni padang, Medan dan Makasar.
Yang disebut Hakim-hakim gubernemen bumiputera di Jawa dan Madura adalah :
1. Districsgerecht. Di setiap daerah pemerintahan disebut “distric” dan terdapat “districsgerecht” (kira-kira jumlahnya 395).(terdiri dari kepada distric sebagai hakim tunggal dan dibantu oleh pegawai-pegawai pemerintah bawahannya sebagai penasehan). Daerah hukumnya meliliputi seluruh district.
2. Regenstchapsgerecht. Dalam ibukota tiap-tiap kabupaten terdapat suatu regentchapsgerecht. (terdiri dari bupati dan patih serta pegawai-pegawai bawahan sebagai penasehat. Penghulu (pegawai keagamaan) dan jaksa atau ajunct magistraat). Daerah hukum meliputi kabupaten
3. Landraad. Pada ibukota tiap-tiap kabupaten dan pada beberapa tempat lain berkedudukan sebuah landraad. (terdiri dari Landraad sebagai majelis kahakiman, pegawai ahli hukum sebagai ketua dan beberapa anggotanya dibantu oleh seorang panitera). Daerah hukumnya meliputi kabupaten dan kekuasaan untuk mengadili Landraad adalah hakim untuk orang Indonesia.
Yang disebut Hakim-hakim gubernemen bumiputera di luar daerah Jawa dan Madura adalah :
1. Negorijerechtbank (hanya di Ambon). (ini adalah suatu majelis kehakiman yang terdiri dari kepala negorij sebagai ketua dan anggota-angota negorij sebagai anggota). Daerah hukumnya hanya meliputi negorij, tempat kedudukan rechtbank itu.
2. Districhsgerecht. Di keresidenan Bangkan dan Belitung, Sumatera Barat, Tapanuli, Kalimantan Selatan dan tiap-tiap district terdapat districtsregerecht. (terdiri dari kepala districht sebagai hakim pembantu, pegawai bawahan sebagai penasehat). Daerah hukumnya meliputi semua district.
3. Magistraatsgerecht. Pengadilan ini adalah hakim tunggal, tugasnya dibantu oleh pegawai-pegawai Eropa.
4. Landraad (susunannya sama dengan Landraad yang ada di pulau Jawa dan Madura).
Hakim untuk semua golongan rakyat : “Landgerecht” (terdiri dari hakim tunggal dibantu oleh seorang pegawai Indonesia fiscaal-griffier). Daerah hukumnya ditetapkan oleh Gubernur Jenderal.
Forumprivilegiatum untuk apa yang disebut Bumiputera. Dalam hukum Hindia Belanda untuk mereka yang disebut Bumiputera dikenal ketentuan-kententuan, dimana tergugat dan terdakwa berdasarkan kedudukannya atau pangkatnya harus menghadap kepada hakim yang lebih tinggi yakni hakim Eropa, daripada menurut pada ketentuan-ketentuan biasa dan peraturan susunan kehakiman.
Dalam peradilan militer, peradilannya dilakukan :
- Atas para anggota angkatan darat oleh :
1. Krijgsraad
2. Hoog Militair Gerechtsthof di Jakarta
- Atas para Anggota angkatan laut oleh :
1. Zeekrijgsraad
2. Hoog Militair Gerechtsthof

 Peradilan Pribumi
1. Pekerjan peradilan pribumi di daerah yang diperintah langsung, menurut konstitusi berdasarkan pasal 130 I.S., yang menyatakan bahwa dimana saja rakyat Bumiputera tidak dilangsungkan dalam peradilannya sendiri, di Hindia Belanda peradilan dilakukan atas nama Raja.
2. Ketentuan-ketentuan mengenai pengadilan-pengadilan dalam keresidenan yang berbagai-bagai itu termuat dalam bermacam-macam peraturan yang sama sekali tidak seragam maka semenjak politik baru di permerintah untuk mengatur supaya susunan peradilan pribumi itu seragam dan untuk memperbaikinya, asas-asas penataan sistem ini untuk semua daerah dan diatur dalam ordonansi tanggal 18 Februari 1932 S. 1932 No. 80.
3. Dalam peraturan tentang peradilan pribumi ini kita dapati asas-asas mengenai penataan, wewenang, acara dan hukum materiil yang berlaku untuk pengadilan-pengadilan pribumi itu sedang pembuatan aturan-aturannya sendiri diserahkan kepada residen, karena pembesar-pembesar ini lebih mengetahui tentang kekhususan-kekhususan setempat di daerahnya.
4. Kekuasaan pribumi tidak dibatasi menurut daerahnya terhadap kekuasaan peradilan gubernemen, tetapi tiap-tiap jenis hakim mempunyai kekuasaan mengadili menurut perkara sendiri dan daerah orangnnya sendiri.
5. Urusan hukum pribumi mengenai hakim-hakim mengenai pembagian antara hakim desan dan hakim yang lebih tinggi, ada kalanya hakim agama merupakan bagian dari peradilan pribumi.
6. Memberikan wewenang kepada residen untuk menunjuk hakim yang lebih tinggi.
7. Sistem dari peraturan tentang peradilan pribumi adalah sedemikian hingga seluruh rakyat atau orang-orang tertentu untuk seluruhnya atau sebagahian, tentang perkara-perkara tertentu tunduk kepada juridiks peradilan pribumi.
8. Koneksitas (peradilan campuran)
9. Perbuatan pidana harus tunduk pada hakim pribumi dan yang mempunyai wewenang tertinggi adalah hakim gubernemen.
10. Mempunyai hukum sendiri baik materiil maupun formil.
11. Susunan dan kekuasaan mengadili menurut perkara dan menurut tempat untuk tiap-tiap keresidenan di mana terdapat peradilan pribumi, ditetapkan oleh residen yang bersangkutan.
 Peradilan Daerah-Daerah Swapraja
 Peradilan Agama. Peradilan agama di Jawa dan Madura dipimpin oleh pemimpin Masjid yang namanya ‘penghulu’. Pekerjaan hakim agama menurut konstitusi berdasarkan pasal 134 ayat 2 I.S. Hakim-hakim agama di Jawa dan Madura dilakukan oleh :
1. Rad Agama (dalam bahasa Belanda “priesteraad). Terdiri dari penghulu Landraad.
2. Mahkama Islam Tinggi (dalam bahasa Belanda Hor voor Islamietische Zaken)
 Peradilan Desa. Peradilan desa merupakan bagian dari peradilan pribumi atau pengadilan daerah swapraja di luar daerah Jawa dan Madura.

III. Ketetapan undang-undang yang menjadi landasan untuk setiap kewenangan dan keputusan-keputusan (ditingkat Gubernemen, Pribumi, daerah-daerah Swapraja, Agama dan Desa).
Untuk hukum materiil yang harus diperlakukan oleh para hakim gubernemen dan untuk acara pengadilan-pengadilan itu pangkalnya terdapat dalam ketentuan-ketentuan asasi yang tertera dalam pasal 131 I.S., atas dasaritu yang berlaku ialah hukum yang dualistis atau pluralistis.
ketika di negeri Belanda pada tanggal 1 Oktober 1838 terbentuk undang-undang baru, maka dalam tahun 1893 di negeri Belanda oleh raja diangkat sebuah panitia yang diketuai oleh Mr.Scholten van Oud Haarlem untuk mempersesuaikan kodifikasi Belanda itu sehingga cocok buat Hindia Belanda, panitia merancangkan :
1. Reglement op de Rechterlijke Organisatie
2. Algemene Bepalingen voor de Wetgeving
3. Burgerlijk Wetbook
4. Wetbook van Koophandel
5. Dan beberapa ketentuan-ketentuan mengenai kejahatan-kejahatan yang dilakukan lantaran faillissement dan dalam keadaan nyata tidak mampu (saat van kennelij onvermogen) seperti juga pada surseance pembayaran.
IV. Empat jenis penundukan atas hukum perdata Eropa.
1. Orang Indonesia dapat melepaskan diri dari hukum adat apabila ia menundukan diri atas kemauan sendiri pada hukum perdata Eropa.
2. Cara bagaimana penundukan atas kemauan sendiri untuk seluruhnya atau untuk sebagian maupun penundukan untuk suatu perbuatan hukum tertentu itu dilakukan, diatur dalam Firman Raja.
Maksud dari pembentukan undang-undang ini adalah supaya dengan ini diberi kesempata kepada orang Indonesia untuk menundukkan diri kepada hukum perdata Eropa, dalam hal mereka udah terasing dari hukum adatnya sendiri.
V. Asas-Asas dalam Undang-Undang.
Asas-asas dari Burgerijk Wetbook Hindia Belanda berdasarkan asas konkordansi, pada pokoknya adalah turunan dari Burgerijk Wetbook Belanda, yang juga meneladan kita hukum perdata Peranchis (Code Civil). Asas Reglement Op de Burgelijke Rechtsvordering Hindia Belanda sama dengan peraturan Belanda yang semulanya meneladan Code de procedure Civile Perancis. Asas Wetboek van Strafrecht Hindian Belanda sama dengan Wetboek van Strafrecht Belanda. Asas Reglement op de Strafvordering Hindia Belanda sama dengan Reglement op de Strafvordering Belanda. Openbarr Ministerie (badan penuntutan umum).

KESIMPULAN
Pada dasarnya buku ini memuat politik hukum. Mulai dari ketentuan-ketentuan kewarganegaraan sampai pada asas-asas perundang-undangan yang dibuat untuk Hindia Belanda. Konsep politik hukum nyata dalam Burgerijk Wetbook Hindia Belanda, Reglement Op de Burgelijke Rechtsvordering Hindia Belanda, Wetboek van Strafrecht Hindian Belanda, Reglement op de Strafvordering Hindia Belanda. Undang-undang tersebut tak dapat dipungkiri bahwa masih dipakai hingga sekarang ini. Ini adalah warisan dari masa kolonial sebelum perang dunia II.

0 komentar:

Posting Komentar

Arsip

The Best Time For Reading

calendars

Chating Ria


ShoutMix chat widget

This is Me

This is Me

Mengenai Saya

Foto saya
kalu udah melakukan sesuatu biasanya akan lupa ama hal lain, n yang paling sering dilakukan adalah belajar maka sering lupa ama makan....

teman-teman

Dafar Pengunjung