Tujuh Dosa yang Mematikan - Seven Deadly Sins Pdt. Joas Adiprasetya

Tujuh Dosa yang Mematikan - Seven Deadly Sins
Pdt. Joas Adiprasetya

Mengapa kita perlu berbicara tentang dosa?
Dan mengapa disebut tujuh dosa mematikan?


Pdt. Joas Adiprasetya yang kini tengah merampungkan studi doktoralnya di Boston yang juga sedang melayani di GKI Monrovia akan mengisi dengan pemaparan tentang masing-masing dosa tersebut.
Satu
Kita akan berwisata ke tujuh sudut gelap hati manusia, yaitu tujuh dosa utama (seven capital sins) atau tujuh dosa mematikan (seven deadly sins) sekaligus memahaminya dalam korelasi dengan tujuh perkataan Yesus di atas salib. Sekalipun kita bisa mengatakan bahwa angka tujuh di sini merupakan kebetulan, namun dalam tradisi bapa-bapa gereja di abad mula-mula, angka tujuh menempati posisi yang unik. Ketujuh dosa utama tersebut adalah:
  1. Kesombongan (Pride, Superbia)

  2. Iri hati (Envy, Invidia)

  3. Kemarahan (Anger, Ira)

  4. Ketamakan (Greed, Avaritia)

  5. Nafsu-birahi (Lust, Luxuria)

  6. Rakus (Gluttony, Gula)

  7. Kemalasan (Sloth, Acedia)
Semula saya hanya ingin membahas tujuh dosa utama tersebut, sekalipun tentu akan banyak orang yang akan berkata bahwa lebih baik membahas sesuatu yang positif (misalnya tujuh kebajikan utama - seven heavenly virtues) daripada membahas tema-tema yang negatif. Karena itu membahas ketujuh dosa utama ini dalam korelasi dengan tujuh perkataan Yesus di salib mungkin bisa menghadirkan keseimbangan.

Sebagian orang mungkin juga berpikir bahwa membuat kategori “tujuh dosa” adalah sia-sia, karena di mata Tuhan tidak ada dosa kecil atau dosa besar. Ini benar. Namun, dalam tradisi Kristen yang panjang ketujuh dosa utama ini terus didengungkan karena sikap realistis bahwa ketujuh dosa ini memang “utama,” dalam arti ia melahirkan banyak dosa-dosa lainnya. Karena itu mereka disebut dosa utama (capital, caput, kepala).

Ketujuh dosa tersebut bersifat generatif, melahirkan dosa lainnya. Membunuh suami tentu saja dosa yang berat, demikian pula di mata hukum, namun bagaimana dengan keserakahan (greed), satu dari tujuh dosa utama, yang melandasi tindakan membunuh tersebut, keserakahan karena mengingini seratus ribu USD dari asuransi kematian sang suami? Apakah memang pemerkosaan yang dilakukan seorang pria dewasa tidak berkorelasi dengan nafsu berahi orang itu saat ia masih remaja dan asyik-masyuk dengan gambar-gambar di majalah porno? Apakah kita mampu memahami pembasmian orang-orang Yahudi oleh Nazi tanpa mengaitkannya dengan kesombongan (pride) ras Aria?

Yesus amat menyadari persoalan ini ketika Ia menarik dua kejahatan “besar” (membunuh dan berzinah) pada dua dari tujuh dosa utama (marah dan nafsu): Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum... Kamu telah mendengar firman: Jangan berzinah. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya. (Mt. 5:21-22a; 27-28)

Membahas ketujuh dosa utama ini juga penting karena sifatnya yang tak mudah diatasi. Mereka bersifat kronis dan berakar kuat di dalam hati manusia sedemikian rupa hingga kita kerap menganggapnya “manusiawi.” Sukar, juga karena mereka merupakan pergumulan sesehari manusia, tanpa terkecuali Anda dan saya. Itu sebabnya jauh lebih mudah bicara soal dan berduka atas dosa-dosa yang mengerikan-pembunuhan, pembasmian etnis, perang, dan lain-lain-karena mereka sepertinya begitu jauh dari hidup saya. Bahkan seumur hidup bisa jadi kita terhindar dari semua itu. Tapi tidak demikian halnya dengan ketujuh dosa utama ini.

Membahas ketujuh dosa utama ini juga menarik karena ada tendensi kuat untuk menganggap tujuh dosa utama ini justru sebagai sekumpulan kebajikan. Phillip Yancey dalam bukunya, Rumors of Another World, mengatakan bahwa dalam budaya Amerika seven deadly sins telah berubah menjadi seven seductive virtues. Dunia bisnis, ads, entertainment dan sport sudah mengubah ketujuh dosa ini menjadi hal-hal baik yang patut dikejar. Edisi special MTV pada bulan Agustus 1993 menyajikan tema “Seven Deadly Sins: An MTV News Special Report”. Dari interview atas banyak pelaku industri di bidang entertainment dan media, hampir seluruhnya sepakat bahwa ketujuh hal tersebut tidaklah buruk dan daftar tersebut “dumb.”
Dua
Dalam karya terkenalnya, Confessions, Agustinus mengisahkan salah satu episode hidupnya di masa muda, ketika ia dan beberapa temannya sepakat untuk mencuri buah pear milik seorang tetangga. Ia berkata bahwa saat itu mereka tak lapar; juga mereka bukan orang miskin. Bahkan pear di kebunnya sendiri jauh lebih matang. Namun toh mereka melakukannya. Dan setelah menikmati beberapa gigitan, mereka membuangnya begitu saja di tanah.

Dalam perkembangan teologinya, belakangan Agustinus mempengaruhi seluruh teologi Kristen dengan mengatakan bahwa dosa pada hakikatnya terletak pada kehendak (will). Dosa tepat berada di sana. Dalam keberdosaan itu Agustinus mengatakan – diikuti oleh Martin Luther – manusia selalu condong dan mengarah pada dirinya sendiri (incurvatus in se - curved in upon self). Itulah sebabnya dosa pada dasarnya berarti “salah sasaran” (hamartia). Hidup manusia yang seharusnya diarahkan pada Allah, kini diarahkan pada yang bukan – Allah, khususnya diri sendiri.

Keberdosaan ini begitu dalamnya hingga Alkitab selalu menggambarkan manusia yang berdosa berada dalam keadaan terasing dari Allah, yang berakibat pada keterasingan dari dunia, sesama dan diri sendiri. “Dosa sebagai status” dan”“dosa sebagai perbuatan” (Sin and sins) dengan demikian harus dibedakan. Yang pertama mendahului dan mendasari yang kedua. Pengakuan Agustinus dilandasi kesadaran bahwa problem manusia bukan hanya perbuatan-perbuatan dosa (sins), namun juga kecenderungan berbuat dosa (Sin).
Tiga
Keberdosaan itu, seperti dikatakan Agustinus, berada pada kehendak. Kehendak menjadi dosa sejauh ia mengasingkan kita dari Allah. Karena itu dosa selalu berurusan dengan Allah. Karena itu bagi mereka tidak “mengenal” Allah, seluruh dosa tersebut hal yang biasa saja. Tapi bagi seorang yang mengenal Allah, ketujuh dosa tersebut sungguh serius karena menyangkut natur Allah sendiri; Allah yang di dalam Kristus menunjukkan apa artinya hidup sebagai manusia di hadapan Allah.

Itu juga sebabnya, menjadi menarik ketika kita mendampingkan ketujuh dosa utama ini dengan tujuh perkataan Yesus di atas salib, karena di atas salib itulah sesungguhnya anugerah bagi manusia berdosa ditawarkan. Ketujuh Dosa Utama (seven vices) tidak bisa sekedar dijawab dengan kebajikan (virtues), karena penyaliban Yesus itu sendiri malah dilakukan untuk melakukan kebajikan menurut para penyalib-Nya (perdamaian, ketentraman masyarakat, keadilan, penegakan agama, dll). Dosa dijawab dengan anugerah. Dan dalam hidup yang dianugerahi, setiap hari kita terus bergantung pada anugerah Allah karena setiap hari pula kita bergumul dengan dosa. Seperti yang dikatakan oleh Luther, bahwa kita adalah manusia yang sekaligus diselamatkan dan sekaligus berdosa (simul iustus et peccator).

Ada beberapa pedoman yang mungkin baik untuk kita jalani selama proses beberapa seri artikel berikut ini:
  1. Cara terbaik membahas masalah dosa adalah menahan diri untuk tidak mencocokkannya dengan orang lain, namun dengan diri sendiri.

  2. Namun orang lain dan komunitas selalu dibutuhkan karena gereja selalu menjadi komunitas orang berdosa yang diselamatkan. Sebagaimana yang dikatakan C.S. Lewis, “My own eyes are not enough for me, I will see through those of others.”

  3. Jangan pernah membayangkan bahwa gereja adalah tempat paling aman dari ketujuh dosa utama tersebut. Sebaliknya, sebagaimana dikatakan Scott Peck, jika seseorang ingin mencari kejahatan yang sesungguhnya, maka orang tersebut musti mencarinya di gereja (atau tempat-tempat ibadah lainnya), karena hakikat kejahatan selalu “bersembunyi di balik kebaikan.”

  4. Kejujuran di hadapan Allah, karena itu, menjadi penting. Kejujuran tanpa excuse apa pun. Kita kerap berkata, “Yes, Lord, I have sinned. But I have excellent excuses.” Alasan demi alasan (yang baik) bisa dibangun, namun sikap Allah terhadap dosa tetap sama. Dan ia melihat ke dalam hati kita, melewati seluruh alasan yang kita miliki dan kita bangun.

  5. Akhirnya, ikutilah seri ini dengan keyakinan bahwa kita akan diberkati melaluinya, serta gereja dan keluarga kita akan memperoleh manfaat darinya.

GKI Monrovia, July 04th 2006

0 komentar:

Posting Komentar

Arsip

The Best Time For Reading

calendars

Chating Ria


ShoutMix chat widget

This is Me

This is Me

Mengenai Saya

Foto saya
kalu udah melakukan sesuatu biasanya akan lupa ama hal lain, n yang paling sering dilakukan adalah belajar maka sering lupa ama makan....

teman-teman

Dafar Pengunjung