Ajaran Trinitas Tempati Posisi Sentral Dalam Iman Gereja Laporan: S. Soekamto

Ajaran Trinitas Tempati Posisi Sentral Dalam Iman Gereja
Laporan: S. Soekamto

Ajaran Trinitas menempati posisi yang sentral dalam iman gereja, karena rumusan Trinitas itu diungkapkan dalam unsur-unsur ibadah Kristen, mulai dari salam, pemberitaan Firman, formula baptisan, hingga kepada berkat yang mengakhiri kebaktian, demikian ditegaskan oleh Pdt. Yahya Wijaya, Ph.D. dalam ceramahnya di depan para peserta pembinaan untuk para anggota Majelis dan aktivis GKI Pondok Indah pada hari Sabtu, 17 April lalu.

Diikuti oleh sekitar 60 orang peserta, Pdt. Yahya dalam makalahnya bertajuk: “Gereja Dan Ibadah: Perspektif Trinitarian”, lebih jauh mengemukakan bahwa dia berupaya meninjau corak dan suasana ibadah dengan berangkat dari refleksi teologis. Fokus dari refleksi teologis ini diarahkan kepada ajaran tentang Trinitas, dengan alasan karena rumusan Trinitas itu diungkapkan dalam unsur-unsur ibadah Kristen tadi.

Menurut Pdt. Yahya, meskipun rumusan Trinitas masih digunakan dalam liturgi dan Katekisasi, namun banyak orang Kristen menganggap ajaran ini sebagai ‘ganjalan’ ketimbang ungkapan keyakinan iman. Ada beberapa alasan mengapa doktrin Trinitas dianggap tidak perlu dipertahankan.
  • Pertama, bagi anggota jemaat biasa, rumusan Trinitas terlalu sulit untuk diterangkan secara logis. Penjelasan yang seringkali dikemukakan cenderung terlalu abstrak dan terlalu filosofis. Tidak jarang pula upaya menjelaskan ajaran ini berkembang menjadi semacam debat kusir yang tak berguna.

  • Kedua, istilah ‘Trinitas’ tidak terdapat di dalam Alkitab. Alasan kedua ini banyak dikemukakan oleh penganut biblisisme. Kelompok Saksi Yehovah, yang mengakui Yesus sebagai ‘Anak Allah’ tetapi bukan ‘Allah Anak’ termasuk di sini.

  • Dan ketiga, ajaran ini menjadi ‘batu sandungan’ dalam hubungan dengan penganut agama lain, khususnya Islam, yang sangat menekankan keesaan bulat Allah.

Dijelaskan pula oleh Pdt. Yahya bahwa para penganut pluralisme, yang mengajukan alasan ini, mengusulkan agar teologi Kristen lebih mengekspos sifat monotheismenya, agar common ground dengan agama-agama monotheis lain lebih jelas.

Di pihak lain, alasan-alasan keberatan terhadap ajaran Trinitas itu juga mengundang reaksi penolakan. Dikemukakan bahwa alasan rasionalitas yang memahami Trinitas secara matematis merupakan kekeliruan besar, karena sejak semula Trinitas bukanlah rumusan matematis.

Menurut Pdt. Yahya, paham Trinitas muncul dari pengalaman iman umat, bukan dari forum tukar wacana filosofis. Alasan dari sudat biblisisme juga dapat ditepis, karena meskipun tidak ada istilah ‘trinitas’ di dalam Alkitab, ide-ide Trinitarian dengan mudah dapat ditemukan dalam banyak bagian Alkitab. Demikian pula upaya kaum pluralis, yang giat mencari common ground dengan agama-agama lain, cenderung mengabaikan konsistensi historis dari ajaran Trinitas.

Dari sudut ibadah, usulan untuk meninggalkan ajaran Trinitas akan membawa dampak yang luar biasa radikal. Masalahnya, struktur ibadah Kristen sejak awal hingga kini, dengan segala corak dan perbedaannya, pada umumnya secara konsisten bersifat trinitarian. Adalah sangat mustahil, katanya, untuk membuat sebuah ibadah yang tidak Trinitarian dapat disebut sebagai ibadah Kristen, karena ibadah semacam ini akan sulit dilihat keterkaitannya dengan ibadah gereja segala abad dan tempat.

0 komentar:

Posting Komentar

Arsip

The Best Time For Reading

calendars

Chating Ria


ShoutMix chat widget

This is Me

This is Me

Mengenai Saya

Foto saya
kalu udah melakukan sesuatu biasanya akan lupa ama hal lain, n yang paling sering dilakukan adalah belajar maka sering lupa ama makan....

teman-teman

Dafar Pengunjung